foto: google.com
Meskipun begitu, aku tidak patah semangat, bagaikan batu yang diterjang ombak, tetap tegar berdiri.
Aku mencoba jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN),
pilihan universitas aku lupa, namun yang terakhir adalah Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN). Hasil seleksi pun aku gagal. Aku
mencoba melalui jalur mandiri masuk universitas. Aku bingung akan pilih Jalur
Mandiri Universitas Indonesia (UI) atau Jalur Mandiri Universitas Gadjah Mada
(UGM) karena hampir tiap tahun yang kuketahui dua jalur mandiri dari
universitas itu selalu berbarengan tanggal pelaksanaan. Akhirnya, aku memilih
Jalur Mandiri Universitas Gadjah Mada karena pula tahun itu universitas nomor
satu di Indonesia adalah UGM.
Hasil yang kudapatkan sama, gagal seleksi
juga. Sempat terpikir, “Mungkin tahun ini tidak bisa masuk PTN, akan coba tahun
depan. Tahun ini aku akan kerja saja,” dalam hatiku. Namun, aku coba sekali
lagi. Ikutlah aku Jalur Mandiri UIN dan Ujian Masuk Politeknik Negeri (UMPN).
Yap, aku gagal lagi. Lalu, aku mengikuti kembali UMPN 2 khusus untuk masuk di
Politeknik Negeri Jakarta (PNJ).
Hasil seleksi adalah aku menjadi mahasiswa
cadangan, dari Teknik Mesin, program studi Konversi Energi. Mahasiswa cadangan
adalah aku menjadi cadangan dari jurusan itu dan bisa masuk ke jurusan itu jika
salah satu mahasiswanya ada yang mundur. Yah seperti atlet sepak bola yang menghangatkan bangku cadangan. Tetapi saat itu, tidak ada yang mundur dari
jurusan itu. Aku sempat bingung harus apa, Bu Astiti pudir 3 (kalau tidak
salah) berkata “Coba ke Jurusan Teknik Grafika dan Penerbitan (TGP) Gedung Z,
di sana ada sosialisasi untuk menambah kuota mahasiswa baru.”
Aku coba ke gedung Z TGP dan benar ada
sosialisasi. Aku ikut saja dan ada satu program studi yang menarik, yaitu
Penerbitan/Jurnalistik. Dalam sosialisasi itu aku mendengarkan tentang TGK
tersebut, lalu disebarkan formulir untuk calon mahasiswa baru. Aku tulis hari
itu juga dan pulang untuk menyiapkan berkas yang perlu. Esok hari, aku
kumpulkan formulir tersebut beserta berkas yang diperlukan.
Alhamdulillah hasil pengumuman aku
diterima di Jurusan TGP Program Studi Penerbitan/Jurnalistik. Dari situlah, aku
dapat melanjutkan pendidikan hingga saat ini tahun 2018 masuk semester 5 dan
sebentar lagi akan lulus dari Jurusan TGP. Senang juga sedikit pusing untuk
menuliskan laporan Praktik Industri dan judul Tugas Akhir. Maklumlah mahasiswa
tingkat akhir memang beginilah hehehe.
***
Setelah lulus dan masuk sebagai mahasiswa
baru di PNJ, tidak ada kejadian yang aneh seperti tahun-tahun sebelumnya. Berarti
benar, mungkin itu hanya sebuah kebetulan saja yang ternyata sama persis dengan
mimpi-mimpiku. Semua berjalan dengan baik dari awal tahun aku sebagai mahasiswa
PNJ. Mempunyai kelas Penerbitan D (PB D) yang berisi anak-anak bawel, cerewet,
suka nge-cengin teman sendiri, dan
lain-lain. Kelas yang benar-benar gokil.
Marksheet
pun sudah kudapatkan pada
semester satu sebagai ucapan selamat datang di TGP dengan nilai rata-rata
mencapai B+ bahkan hampir A. Padahal, aku selalu takut dengan nilai/hasil yang akan
kudapatkan. Tetapi, ternyata semua hasil itu sangat memuaskan untukku dan juga
kedua orang tuaku. Memang awal-awal masuk sebagai mahasiswa, materi kuliah
sangat berbeda dengan diriku yang berasal dari SMA Jurusan Ilmu Pengetahuan
Alam.
Aku masuk di jurusan TGP harus berhadapan
dengan tulis-menulis, huruf-huruf, kalimat-kalimat wawancara, komunikasi, psikologi,
berita, cerpen, dan semua yang berhubungan dengan tulis-menulis plus ditambah
desain grafis. Secara mental, aku sempat nge-down wajar saja karena dulu yang aku hadapi adalah angka-angka,
hitung-hitungan, dan rumus-rumus. Mau tidak mau aku harus hadapi semua dengan
sabar, dan sekarang bisa kuhadapi semua.
Dua tahun sudah berkuliah di PNJ, saat
bulan Ramadan kemarin di tahun ini. Aku mengalami untuk ketiga kali.
Sangat-sangat tidak menyangka bahwa peristiwa itu terjadi kembali. Aku
bermimpi, kelasku PB-5D akan buka bersama di salah satu rumah teman sekelasku.
Gambaran tempat itu dalam mimpiku adalah rumah yang besar, luas, dan daerahnya
agak dingin. Jauh sekali gang rumah itu, rumah yang sedikit misterius sih
menurutku, tetapi rumah yang bagus dan indah.
Benar saja! Gambaranku tentang tempat itu
ternyata rumah Rury salah satu teman di kelas kami. Perjalanan dari kampus yang
jauh, sampai di rumah Rury hampir menjelang waktu berbuka. Bayanganku dalam
mimpi benar-benar mirip dengan acara bukber kelasku. Rumah yang besar, luas,
dan memang di sana agak dingin kalau malam. Apalagi gang yang gelap karena
lampu jalan kurang. Betul-betul hampir menyentuh 100% sama dengan mimpiku,
Walaupun begitu, kami semua sangat
berterima kasih kepada Rury dan orang tua Rury yang repot-repot untuk
menyiapkan menu berbuka malam itu. Seperti biasa, kami semua saling mengobrol,
tertawa, bercengkrama, dan menikmati kebersamaan. Aku tetap saja dengan
perasaan bingung dan aneh, “Ini terjadi lagi kepadaku,” mulutku bergumam. Peristiwa
yang kualami saat ini seakan-akan menjadi hal biasa jika terjadi lagi. Aku pun
tidak menceritakan ini kepada teman-teman sekelasku termasuk kepada Rury
sendiri.
Saat bukber itu, teman lama kami yang dulu
sekelas sekarang pindah kampus dan tahun ini balik lagi ke PNJ, Awwal ikut
bukber bersama kami. Aku sering mengobrol dengan Awwal tentang apa pun yang
hangat di masyarakat bahkan tentang kampus Awwal di Banten. Lalu, aku mengobrol
tentang kejadian ini. Second Sight atau
Déjà Vu. Awwal pun pernah mengalami, namun tidak sepertiku sampai mengalami
sebanyak 3 kali. Awwal berkata, kalau sudah terjadi lebih dari 2 kali berarti
itu adalah fakta dan kenyataan yang benar.
Selepas aku mengobrol dengan Awwal, aku
masih berpikir, “Bagaimana bisa terjadi untuk yang ketiga kali?” tanyaku ragu
dalam hati. Saat itu, aku tidak memikirkan lagi aku hanya memikirkan bahwa aku
dan teman sekelasku sedang berbagi cerita, tawa dan canda hingga kami tahu hari
semakin malam, kami semua pamit kepada kedua orang tua Rury dan bersama-sama
pulang menaiki dan mengendarai motor secara beriringan ditemani malam gelap dan
juga jalan yang agak gelap.
Meskipun aku sudah mencoba melupakan,
peristiwa itu tetap ada dalam pikiranku hingga saat ini. Namun, jika itu
terjadi lagi bisa dikatakan menjadi hal yang biasa bagiku. Dan jika memang
benar aku memiliki indera ke-6 maka, itu adalah pemberian, anugerah, dan
karunia dari-Nya kepadaku. Tetap saja, aku bingung kenapa harus aku yang
mengalami? Apakah orang lain banyak juga yang mengalami sepertiku? Apakah orang
lain pun mengalami lebih dari dua kali sepertiku? Sebuah tanya yang selalu
hadir kalau peristiwa itu terjadi lagi kepadaku.
***
(the end)
(the end)
0 Komentar